Jumat, 30 Desember 2011

belajar buat masa depan

Di dalam bisnis, menciptakan perbedaan strategis adalah hal yang sangat penting. Namun, untuk mampu menciptakan perbedaan tersebut, menurut C.K. Prahalad, dibutuhkan kemampuan memperkirakan masa depan. Dalam bukunya yang mashur, Competing for the Future, guru besar manajemen pada Sekolah Bisnis Universitas Michigan, AS, ini menyebutkan betapa banyak sekali perusahaan yang sibuk memperebutkan kue masa kini dan kurang berpikir mengenai masa depan.
Bagi para pebisnis, keuntungan jangka pendek yang berada di depan mata lebih menarik daripada keunggulan strategis yang bersifat jangka panjang. Namun, menurut Prahalad, bila pemimpin tertinggi dalam perusahaan tidak mengetahui tren mendasar yang berlangsung dalam industrinya, ia tak akan pernah tahu mau dibawa kemana perusahaannya.
Jorma Ollila bisa disebut sebagai contoh pemimpin perusahaan yang mampu membaca arah perubahan. Ketika dunia bergolak pada tahun 1980an, Uni Soviet—salah satu di antara dua adidaya global saat itu—memperlihatkan tanda-tanda kebangkrutannya. Mikhail Gorbachev sebagai penguasa tertinggi tengah bersiap-siap menciptakan sejarah ketika ia membiarkan egara-negara satelit Soviet melepaskan diri dari cengkeramannya.
Ollila, yang kala itu menjabat CEO Nokia, merasa bakal kehilangan pelanggan terbesarnya itu. Saat itu Nokia bukanlah perusahaan dengan bisnis inti telepon seluler seperti sekarang, melainkan produsen kertas dan bubuk kertas. Di bawah kepemimpinan Ollila, Nokia mampu menangkap gelombang perubahan dan terjun sepenuhnya dalam bisnis telepon seluler.
Membaca perubahan, itulah yang diajarkan oleh Eric Garland dalam bukunya yang baru saja terbit dalam bahasa Indonesia, Future, Inc. Berbeda dengan karya futurolog Alvin Toffler dan John Naisbitt, seperti Future Shock dan serial Megatrends, yang membicarakan tren perubahan ke masa depan, Garland membahas cara-cara melihat masa depan secara strategis.
Untuk memahami cara-cara tersebut, Garland menawarkan pendekatan sistemik. Tidak ada di dunia ini yang sanggup berdiri sendiri dan terisolasi dari yang lain. Ia memberi contoh masa depan cokelat. Betapa banyak hal kait-mengkait dengan cokelat. Sebutlah itu diabetes, obesitas pada anak-anak, dan teknologi pengemasan.
Soalnya, bagaimana mendapatkan data mengenai semua itu? Data bertebaran di banyak tempat, kata Garland, sembari mengingatkan agar kita mampu membedakan antara perubahan nyata dan publisitas media. Menentukan apakah sebuah tren benar-benar merupakan tren, atau sekedar fad, adalah perkara rumit. Garland memberi kemudahan dengan menuntun kita untuk melalui langkah-langkah spesifik yang dibutuhkan untuk memahami tren, faktor-faktor pendorongnya, dan implikasi strategisnya pada bisnis.
Bagian yang menarik ialah bagaimana menghidupkan masa depan. Di sini, kita diajak untuk membayangkan skenario-skenario yang mungkin terjadi dengan memanfaatkan data dan informasi yang kita punya. Di bagian inilah, Garland menunjukkan cara melihat peluang yang tersembunyi di balik tren yang sedang berlangsung. Dengan beberapa contoh, kita didorong untuk mencoba berlatih membuat analisis tentang kemungkinan di masa depan.
Dengan nada optimistis, Garland menyatakan, kekacauan bukannya tidak mungkin dikelola, walau sulit untuk melakukannya bila kita tidak sabar. Karya Garland, saya rasa, bisa membantu para pemimpin bisnis yang dalam hemat Prahalad mesti memiliki kemampuan memahami trend mendasar bila ingin meraih keunggulan strategis yang berkelanjutan. ***
Dian Basuki, pengamat soal manajemen

Komentar [5]

Feed  •   Trackback  •   Kirim Komentar
5 Komentar untuk “Belajar Meneropong Masa Depan”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar